Mitra: PT SEKERAT PERSADA INDONESIA, PT STALAKTIT INDONESIA
PIC: Dr. Eko Haryono, M.Si.
Deskripsi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi bahwa akuifer karst menyuplai persediaan air sekitar 25% penduduk dunia (Ko, 1984). Demikian juga Ford dan Williams (2007) menyatakan bahwa bentuk lahan karst mencakup sekitar 10-15% dari total luas daratan di bumi, dan akuifer karst berpotensi menjadi sumber air bagi hampir seperempat dari total populasi dunia. Di Indonesia, luas kawasan karst mencapai hampir 20% dari total luas wilayah (Balazs, 1968). Aceh sebagai salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatra ternyata juga memiliki sebaran batugamping atau bentang alam karst yang tersebar di beberapa willayah kabupaten/kota yang ada di provinsi ini. Sementara itu, total potensi cadangan batugamping yang ada di Provinsi Aceh adalah sekitar 10.627.471.000 ton (Tampubolon, 2015).
Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah menuntut optimalisasi daerah dalam memanfaatkan segala sumberdaya yang ada. Sementara itu, PP no. 6 tahun 2008 mengatur bahwa bentang alam (karst) merupakan bagian dari kawasan Cagar Alam Geologi. Selanjutnya, Peraturan Menteri ESDM No.17/2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) juga memberikan gambaran bahwa tidak semua kawasan berbatuan gamping teranggap sebagai kawasan karst yang harus dicagarkan. Hal ini berkonsekuensi terhadap adanya kegiatan penetapan beberapa kawasan karst di Provinsi Aceh sebagai KBAK.
Area berbatuan gamping pada formasi geologi Kaoli memiliki ciri-ciri kawasan karst yang yang ditandai dengan dijumpainya mataair menahun, gua-gua, dan cekungan tertutup yang terdapat ponor di dalamnya. Melihat kenyataan tersebut, perlu dilakukan kajian apakah terdapat interaksi antara mataair, gua-gua (fenomena endokarst) dan cekungan tertutup (fenomena eksokarst), seberapa luas kawasan eksokarst yang merupakan daerah tangkapan mataair tersebut serta bagaimana tingkat perkembangan karst secara tentatifnya. Hal-hal tersebut diperlukan untuk mengetahui seberapa luas daerah yang harus dikonservasi dan bagaimana jenis konservasi yang tepat untuk mempertahankan potensi mataair serta gua-gua yang ada. Kajian ini selanjutnya bertujuan untuk menilai hubungan antara gua-gua, jaringan sungai bawah tanah (jika ada) serta memperkirakan batas hidrogeologis yang perlu untuk dilakukan upaya konservasi.