Mitra: Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
PIC: Dr. Luthfi Muta’li, S.Si., M.T.
Deskripsi
Perencanaan pembangunan di berbagai bidang termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup sangat penting untuk dilakukan. Sumber daya alam berupa tanah, air, udara, energi, dan lainnya, baik yang bersifat terbarukan maupun tidak terbarukan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan penduduk. Namun demikian, sumber daya alam juga memiliki keterbatasan pada kualitas maupun kuantitas.
Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi D.I. Yogyakarta saat ini memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat di berbagai sektor. Kondisi pertumbuhan yang begitu cepat dan pesat disebabkan bahwa Kota Yogyakarta menjadi pusat dari aktifitas pendidikan, pariwisata, perkantoran, perdagangan dan bisnis, pemerintahan dan permukiman. Seperti halnya kota-kota di Indonesia, sektor utama penopang perekonomian Kota Yogyakarta bukan berasal dari kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sektor utama penopang perekonomian Kota Yogyakarta tahun 2023 ialah penyediaan akomodasi makan dan minum, sektor informasi dan komunikasi serta industri pengolahan. Sektor penyediaan akomodasi makan dan minum memberikan kontribusi PDRB Kota Yogyakarta sebesar 12,88%, sektor informasi dan komunikasi sebesar 12,66% dan sektor industri pengolahan sebesar 12,21%.
Daya tarik Kota Yogyakarta menjadikan Kota Yogyakarta menjadi tujuan bagi para pendatang dari seluruh Indonesia sehingga menyebabkan tingkat populasi semakin tinggi. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2023 menurut proyeksi penduduk Sensum 2020 ialah sebanyak 375.699 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,05%. Pada tahun 2023, Kota Yogyakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi diantara semua kabupaten di Provinsi D.I Yogyakarta yaitu mencapai 11.447 jiwa/km2.
Pesatnya laju pembangunan fisik dan semakin bertambah padatnya penduduk di Kota Yogyakarta memberikan permasalahan di berbagai sektor seperti permukiman, kesehatan, transportasi, hingga sanitasi lingkungan. Dalam kesehariannya tentu saja manusia memerlukan sumberdaya alam berupa tanah, air dan udara serta sumberdaya alam lainnya namun kemampuan alam untuk memberikan penghidupan yang layak bagi manusia pun memiliki keterbatasan menurut ruang dan waktu. Pemanfaatan sumberdaya alam secara parsial pada masing-masing sektor atau komoditas tanpa memperhatikan dampaknya terhadap sektor, komoditas lainnya serta lingkungan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi kelestarian produksi dan jasa sumberdaya alam yang dimiliki. Hal ini memicu pada berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan dokumen IKPLHD Kota Yogyakarta, permasalahan lingkungan hidup pada tahun 2023 ialah pencemaran air, sampah, pencemaran udara, penurunan perilaku masyarkat peduli lingkungan, degragasi lingkungan, dan perubahan iklim. Berbagai permasalahan lingkungan Kota Yogyakarta menunjukkan perlunya penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Permasalahan pencemaran air di Kota Yogyakarta terjadi di sungai-sungai besar dengan kualitas air sungai yang menunjukkan total coliform yang melebihi ambang batas baku mutu air. Selain itu, sampah total timbulan sampah mencapai 387 ton per hari dan hanya sekitar 30% dari sampah tersebut yang berhasil dikelola melalui sistem 3R. Degradasi lingkungan akibat urbanisasi cepat turut memperburuk daya dukung lahan, terutama di kawasan padat penduduk, dengan minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Luas RTH di Kota Yogyakarta hanya mencapai sekitar 15% dari luas kota.
Permasalahan kebencanaan yang dihadapi Yogyakarta berupa bencana banjir yang lebih sering terjadi di kawasan padat penduduk dengan sistem drainase yang belum memadai. Berdasarkan catatan pada tahun 2023, terdapat 8 kejadian banjir yang signifikan di Yogyakarta, yang merendam permukiman warga dan menyebabkan kerusakan infrastruktur. Selain itu, angin kencang juga tercatat terjadi 12 kali selama periode musim hujan, dengan kerugian mencakup kerusakan bangunan dan pohon tumbang. Potensi gempa bumi tetap menjadi perhatian, mengingat posisi kota yang berdekatan dengan sesar aktif di selatan Pulau Jawa. Fenomena cuaca ekstrem akibat perubahan iklim juga tercatat meningkat dengan curah hujan intensitas tinggi yang terjadi selama lebih dari 15 hari dalam setahun.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015, lingkungan hidup merupakan salah satu urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan dan perlindungannya. Adapun pengelolaan lingkungan hidup secara lebih spesifik dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Memahami isi dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, maka setiap Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota WAJIB menyusun dokumen-dokumen lingkungan hidup yang diatur dalam pasal- pasal berikut. Bab II bagian Ketiga tentang Ruang Lingkup Pasal 4 menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum. Pada pasal-pasal berikutnya dijelaskan tentang definisi, cakupan kajian, cakupan wilayah, dan tujuan dari masing-masing tahapan tersebut. Bab II Pasal 5 menyatakan bahwa pada tahap PERENCANAAN perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, harus dilaksanakan kegiatan-kegiatan, berupa: inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion, dan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Inventarisasi lingkungan hidup (Pasal 6) dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: potensi dan ketersediaan; jenis yang dimanfaatkan; bentuk penguasaan; pengetahuan pengelolaan; bentuk kerusakan; dan konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Sedangkan pada Pasal 1 ayat (29) menjelaskan bahwa ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan RPPLH kabupaten/kota merupakan tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota, dimana hal ini diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 63 ayat (3) huruf c dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 pada Pasal 22 angka
23.
Adapun penyusunan RPPLH merupakan tahapan akhir dari kegiatan perencanaan yang kemudian dijadikan dasar bagi pemanfaatan sumber daya alam. Dokumen RPPLH merupakan perencanaan tertulis yang memuat potensi, permasalahan, serta upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kurun waktu tertentu yang biasanya adalah 30 tahun. Pemerintah daerah diwajibkan mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan dengan menjadikan kelestarian lingkungan sebagai tujuan pembangunan, tanpa mengurangi efektivitas pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan sebagai wujud mencapai keadilan sosial bagi masyarakat. Penyusunan RPPLH di daerah juga merupakan upaya pemerintah daerah dalam menjawab tantangan isu strategis lingkungan hidup global yang saat ini dikenal dengan istilah Triple Planetary Crisis yang meliputi isu perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiga permasalahan lingkungan pokok ini saling berkaitan satu sama lain atau saling mempengaruhi satu sama lain dan mengancam bumi dan kehidupan umat manusia.
Di Indonesia perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati (triple planetary crisis) menjadi penyebab intensitas kejadian bencana hidrometerologi. Pada tahun 2021 tercatat 5.402 kejadian bencana alam. Dari kejadian bencana alam tersebut, 98%-99% adalah bencana hidrometereologi yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian ekonomi, serta mengganggu sistem/struktur sosial (tata nilai, tata kelola, ketahanan social/social resilience, dan kelembagaan (pranata sosial). Untuk itu perlu dipandang untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup di Kota Yogyakarta.