Mitra: Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Provinsi DIY
PIC: Prof. Dr. Suratman
Deskripsi
Sebagai wilayah transisi antara daratan dan lautan, wilayah sempadan pantai menyimpan ekosistem yang beragam dengan potensi sumber daya alam yang melimpah seperti lahan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reefs), dan padang lamun (seagrass beds).[1] Secara umum, sempadan pantai merupakan muara dari aliran sungai yang memiliki fungsi lingkungan hidup yang penting serta merupakan kawasan yang rentan terhadap banjir, polusi, dan abrasi laut.[2] Pendefinisian sempadan pantai kemudian dibakukan di dalam peraturan perundang-undangan, yakni dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU 27/2007 jo. UU 1/2014 jo. UU 11/2020”). Dalam peraturan tersebut, sempadan pantai diartikan sebagai daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai yang berjarak minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.[3]
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman, industri, perdagangan dan jasa, pelabuhan, dan pariwisata yang relatif cepat menimbulkan berbagai masalah yang salah satunya menggerus keberadaan sempadan pantai. Masalah tersebut terlihat dengan adanya ribuan bangunan di sepanjang pesisir pantai selatan DIY yang melanggar batas sempadan pantai.[4] Padahal, kawasan sempadan pantai termasuk dalam kategori kawasan lindung[5] yang seharusnya dikontrol secara ketat pemanfaatannya oleh seluruh satuan masyarakat, utamanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, agar pemanfaatan ruang sempadan pantai di DIY dapat berkesesuaian dengan peraturan perundang-undangan mengenai sempadan pantai existing, perlu dilakukan pengaturan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan sempadan pantai dengan memperhatikan aspek penataan ruang. Hal ini sejalan dengan amanat dari UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU 26/2007 jo. UU 11/2020”) yang menyatakan bahwa oleh karena sempadan pantai merupakan kawasan lindung, maka pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota harus memasukkan rencana pola ruang wilayah sempadan pantai di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).[6]
Penataan ruang merupakan tindakan untuk melakukan pembagian wilayah ke dalam kawasan-kawasan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dapat berfungsi sebagai wadah aktivitas manusia dan makhluk lain yang hidup di atasnya bagi kebutuhan sektor-sektor pembangunan ekonomi secara berkelanjutan.[7] Penataan ruang terdiri dari beberapa proses, yakni perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang. Ketiga proses tersebut harus ditetapkan dalam RTRW Nasional, Provinsi, ataupun Kabupaten/Kota yang ketiganya saling terintegrasi.[8] Pemerintah Daerah DIY telah menetapkan Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2019 tentang RTRW DIY Tahun 2019-2039 (selanjutnya disebut “Perda DIY 5/2019)”) sebagai upaya penyelenggaraan penataan ruang. Pada dasarnya, Perda DIY 5/2019 telah mengatur pula mengenai sempadan pantai. Secara umum, Perda DIY 5/2019 mengatur 2 (dua) ruang lingkup kegiatan dalam sempadan pantai, yakni penetapan sempadan pantai dan pemanfaatan sempadan pantai. Untuk penetapan sempadan pantai, peraturan tersebut menetapkan bahwa:[9]
- Untuk Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul, maka lebar sempadan pantai paling sedikit adalah 200 (dua ratus) meter dihitung dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
- Untuk Kabupaten Gunungkidul, maka lebar sempadan pantai paling sedikit adalah 100 (seratus) meter dihitung dari titik pasang tertinggi ke arah darat; dan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Perpres 51/2016,[10] bahwa Pemerintah Daerah Provinsi wajib menetapkan arahan batas sempadan pantainya dalam Perda RTRW Provinsi. Artinya, Pemerintah Daerah Provinsi hanya menetapkan arahan batas sempadan pantai dalam Perda RTRW Provinsi secara general untuk kemudian ditetapkan secara detail oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Perda RTRW Kabupaten/Kota.
Sementara itu, untuk pemanfaatan sempadan pantai, Pasal 33 ayat (2) Perda DIY 5/2019 tidak mengatur secara detail dan mengamanatkan Peraturan Gubernur DIY untuk mengatur mengenai hal tersebut.[11] Oleh karena itu, pembentukan Peraturan Gubernur DIY tentang pemanfaatan kawasan sempadan pantai harus segera dikeluarkan untuk memperjelas ketentuan pemanfaatan sempadan pantai dalam Perda DIY 5/2019 dan memperlancar praktik pemanfaatan sempadan pantai di DIY. Apabila peraturan gubernur DIY a quo tidak segera ditetapkan, konsekuensinya adalah akan semakin banyak peruntukan pemanfaatan ruang kawasan sempadan pantai yang tidak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, sehingga bersifat kontraproduktif dengan sifat kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung yang harus dilindungi semaksimal mungkin.
Sebenarnya, pada tahun 2012, Pemerintah Daerah DIY telah membuat rancangan Peraturan Gubernur DIY tentang Pemanfaatan Ruang Kawasan Sempadan Pantai DIY (selanjutnya disebut “Rapergub Sempadan Pantai 2012”). Namun, Rapergub Sempadan Pantai 2012 tersebut sampai saat ini belum diundangkan. Meskipun belum diundangkan, perlu digarisbawahi bahwa Rapergub Sempadan Pantai 2012 tersebut tetap dapat dijadikan referensi pendahuluan dalam menyusun rancangan peraturan ini yang nantinya akan disesuaikan dengan perkembangan hukum, sosial, dan budaya yang saat ini sedang berjalan. Penyesuaian tersebut juga didorong dengan adanya perubahan status tanah di DIY menjadi Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (selanjutnya disebut “UU 35/2012”) dan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten (selanjutnya disebut “Perdais 2/2017”). Selain itu, penyesuaian juga akan dilakukan dengan mempertimbangkan substansi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU 11/2020”) beserta peraturan pelaksanaannya yang memiliki kaitan dengan pemanfaatan sempadan pantai.